JURNAL BUMI LESTARI, 2 AGUSTUS 2013.
Mohamad Yani1)*, Endang
Warsiki 2)*, dan Noviana
Wulandari3)*
1) Laboratorium
Teknik dan Manajemen Lingkungan, 2,3) Laboratorium Pengemasan dan
Transportasi,
Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut
Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Kotak Pos 220, Bogor 16680, Indonesia.
1.Pendahuluan
Peningkatan
populasi masyarakat akan meningkatkan konsumsi berbagai jenis makanan dan minuman
yang akan diikuti dengan peningkatan limbah bahan kemasan yang menyertainya.
Produk minuman yang dikonsumsi utama adalah air , minuman jus, teh, dan susu.
Bahan kemasan minuman relatif memililki umur yang pendek, dimana jumlah limbah
kemasan produk minuman sebanding dengan penjualan produk minuman tersebut. Kemasan
produk minuman yang digunakan terutama plastik (PET, PP dan PE) dan gelas. Bahan
kemasan polyethylena terephtalate (PET) adalah suatu resin polimer plastik termoplastis
dari kelompok poliester. PET banyak diproduksi dalam industri kimia dan digunakan
dalam serat sintetis , botol minuman dan wadah.
Produk
minuman teh pada awalnya dikemas dengan menggunakan kemasan botol gelas, namun saat
ini beralih menggunakan kemasan botol PET. Kecenderungan peningkatan limbah
kemasan PET berdampak negatif terhadap permasalahan lingkungan, dimana sebagian
besar bahan kemasan plastik tidak dapat didaur-ulang oleh lingkungan , sehingga
perlu dilakukan suatu pengkajian mengenai jenis kemasan yang paling baik
terhadap lingkungan dengan menggunakan metoda Life Cycle Assessment (LCA).
Menurut Drive (2006), LCA adalah suatu metoda yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk selama proses
produksi atau aktivitas selama siklus hidupnya dan aliran bahan yang terjadi di
dalam proses produksi produk tersebut.
Berdasarkan ISO 14040 (ISO 2006),
kajian LCA dilakukan dalam empat tahap, yaitu: penentuan tujuan dan ruang
lingkup, analisis inventori, analisis dampak, dan interpretasi (Gambar 1). Tahap
pertama yaitu menentukan parameter-parameter yang berhubungan dengan analisis.
Pada tahap analisis inventori dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam
melakukan analisis, meliputi bahan baku, energi, emisi, dan limbah yang
dihasilkan. Tahap analisis dampak bertujuan untuk mengetahui dampak yang
mungkin dapat terjadi selama siklus hidup suatu produk.
Model Life Cycle Assessment dapat
dilihat pada Gambar 2. Kajian tentang LCA untuk suatu produk dimulai dari
kajian bahan baku, proses, transportasi, pabrik (produksi barang), pengguna
produk, dan manajemen limbah. Di luar itu ada masukan sumber bahan baku dan
energi serta keluaran pencemar air , udara dan tanah. Penelitian LCA pada
industri minuman, pada umumnya adalah pembandingan beberapa jenis bahan
kemasan, terutama penggunaan kemasan botol sekali pakai (disposable) dan isi
ulang (refillable), baik botol jenis gelas maupun plastik (Arvanitoyannis,
2008). Pasqualino et al. (2011) mengkaji proses daur-ulang berbagai bahan
kemasan minuman terhadap konsumsi energi dan pemanasan global. Nessi et al.
(2012) telah mengkaji daur-ulang botol PET dan gelas dalam sistem isi ulang
(refilling system) produk minuman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
siklus hidup kemasan botol PET pada produk minuman teh mencakup analisis inventori
dari sisi kebutuhan bahan baku, kebutuhan energi pada proses produksi, dan
menilai dampak pencemaran lingkungan, pengelolaan limbah, dan analisis biaya.
2. Metodologi
Penelitian LCA kemasan PET dilakukan
pada perusahaan minuman teh di Jawa Barat dan Jawa Timur. Tahapan penelitian
terdiri dari pengamatan di lapangan, studi pustaka, dan pengolahan data LCA (Gambar
3). Pengamatan lapang dilakukan terhadap pabrik kemasan botol PET, pabrik
minuman teh, jaringan daur-ulang kemasan PET di beberapa perusahaan dan unit
usaha di Provinsi Banten, DKI, Jawa Barat dan Jawa Timur. Jenis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang digunakan
meliputi: (i) proses produksi dan daur-ulang botol PET ; (ii) kebutuhan bahan
baku dan energi; (iii) pencemaran udara (CO2, NOX , SOX Dan debu) ; (iv)
pencemaran air (COD dan BOD); dan (v) kebutuhan biaya. Pengolahan data LCA
dilakukan dengan mengacu pada ISO 14040 (Gambar 1) dan analisis dampak
lingkungan.
3. Hasil dan
Pembahasan
3.1. Tujuan
dan Ruang Lingkup
Tahap
pertama studi LCA adalah penentuan tujuan dan ruang lingkup kajian (Drive,
2006). Batasan atau ruang lingkup kajian meliputi proses produksi kemasan botol
PET , pengguna (industri minuman teh), dan pengolahan limbah kemasan botol PET,
dampak lingkungan dan analisis biaya. Menurut ISO 14040 (ISO 2006), pemilihan kategori dampak harus konsisten
dengan tujuan dan ruang lingkup penelitian, dan mencerminkan isu-isu lingkungan
utama yang berhubungan dengan sistem produk/jasa.
3.2. Analisis Inventori
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan
data yang mendukung LCA, berupa kebutuhan bahan baku dan energi, proses
produksi kemasan, dan proses daur-ulang limbah kemasan PET. Siklus hidup
kemasan botol PET , diawali dengan proses produksi kemasan botol PET, kemudian kemasan
botol PET yang telah selesai diproduksi digunakan untuk mengemas produk minuman
teh. Produk tersebut akan disalurkan ke konsumen melalui distributor dan
konsumen akan memanfaatkan produk tersebut sehingga dihasilkan limbah kemasan
yang berpotensi mencemari lingkungan. Pencemaran tersebut dapat terjadi karena kemasan
botol PET tidak dapat didaur-ulang oleh lingkungan. Gambar 4. Siklus hidup kemasan botol PET
(observasi lapang) semakin banyak pula jumlah kemasan botol PET yang dapat
mencemari lingkungan, sehingga dibutuhkan suatu tindakan untuk menanggulangi
limbah kemasan botol PET. Proses penanganan limbah kemasan botol PET dilakukan
dengan melibatkan beberapa pihak, sehingga membuat siklus hidup kemasan botol
PET menjadi panjang. Siklus hidup kemasan botol PET tersusun dari tiga kegiatan
yaitu pabrik kemasan botol PET , pabrik minuman teh (pengguna), dan jaringan
daur-ulang kemasan PET.
3.4. Evaluasi Dampak Lingkungan
Cemaran lingkungan yang terjadi
selama siklus hidup kemasan PET meliputi cemaran komponen fisk-kimia (limbah
udara, debu, kebisingan, limbah padat dan air limbah) dan komponen ekonomi.
Data cemaran udara dan bising pada salah satu perusahaan produksi kemasan botol
PET dapat dilihat pada.
3.4.1. Komponen Fisik Kimia
Pada proses produksi kemasan botol
PET, limbah yang dihasilkan dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu limbah
padat, gas, debu, dan kebisingan. Pada proses produksi botol PET, dihasilkan
debu akibat adanya pergerakan kendaraan pengangkut bahan baku, alat
transportasi, dan penggunaan mesin produksi. Cemaran udara yang dihasilkan pada
proses produksi kemasan botol PET berasal dari emisi mesin produksi dan
kendaraan bermotor. Komponen pencemaran udara (Tabel 2), menunjukkan kualitas
udara di dalam ruang produksi masih jauh di bawah baku mutu lingkungan (BML), meskipun
perusahaan telah meningkatkan kapasitas produksinya saat ini.
Pada proses produksi kemasan botol PET hampir tidak
menggunakan air. Limbah cair yang dihasilkan pada proses produksi kemasan botol
PET dihasilkan dari kegiatan MCK (mandi cuci kakus), sehingga tidak tidak
berbahaya bagi lingkungan. Pada proses produksi kemasan botol gelas, limbah cair
berasal dari proses pencucian cullet dan pendinginan mesin produksi.
Nilai COD dan BOD yang dikandung oleh suatu limbah cair dari proses kemasan
botol gelas dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada saluran air (Malik,
2004).
Kegiatan
produksi kemasan PET, melibatkan penggunaan energi baik listrik maupun bahan
bakar kendaraan, yang dapat menimbulkan emisi CO2. Dampak lingkungan yang
dihasilkan pada proses produksi kemasan botol PET (Tabel 3), menunjukkan bahwa
pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hujan asam yang diakibatkan dari
proses produksi botol PET jauh lebih rendah dibandingkan dengan botol gelas.
Hal ini dikarena pada proses produksi kemasan gelas memerlukan energi yang lebih
besar dibandingkan dengan kemasan botol PET, maka dampak lingkungan yang
dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan kemasan botol PET. Madival et al.
(2009) menyatakan bahwa pada produksi PET dan PS (poli-stirena) dari minyak
bumi ternyata kurang ramah lingkungan dibandingkan dengan PLA(poly-lactic
acid). Pada tahap transportasi dari bahan kemasan plastik (PLA -poly-lactic
acid, PS- polistirena, dan PET) memberikan kontribusi pada global warming,
penipisan lapisan ozon, serta pencemaran air.
3.4.2. Komponen Sosial dan
Ekonomi
Pada tahap proses produksi kemasan botol PET,
diprakirakan dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal sehingga
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Walaupun peningkatan pendapatan masyarakat
melalui penyerapan atau penerimaan tenaga kerja tidak besar, namun diprakirakan
dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan mendorong terciptanya
peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Siklus hidup kemasan botol PET lebih
banyak melibatkan pekerja dibandingkan dengan kemasan botol gelas, hal tersebut
menyebabkan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat akibat adanya proses
daur ulang kemasan botol PET. Penanggulangan cemaran lingkungan yang terjadi
selama siklus hidup kemasan botol PET dapat dilakukan dengan cara memperpendek
siklus hidup dari kemasan botol PET yang dapat dilakukan dengan cara menyediakan
tempat penampungan yang berfungsi untuk menampung botol-botol PET bekas. Masyarakat
dihimbau untuk tidak menggunakan botol PET dan botol gelas bekas untuk
penggunaan kembali pada produk lain. Penggunaan botol kemasan PET bekas untuk
produk lain dikhawatirkan akan meninggalkan residu kotoran pada kemasan PET bekas,
sehingga akan menyulitkan pada proses daur ulang.
3.5. Biaya Produksi
Pada siklus hidup kemasan membutuhkan biaya,
baik untuk membeli bahan baku maupun energi
yang digunakan untuk mendukung proses produksi dan
transportasi. Biaya yang dibutuhkan selama
siklus hidup kemasan botol PET dapat dilihat pada
Pada proses penanganan limbah kemasan, biaya yang
dibutuhkan untuk menangani limbah kemasan botol PET jauh lebih besar
dibandingkan botol gelas, hal ini dikarenakan banyaknya tahapan yang dibutuhkan
untuk menangani limbah botol PET. Tetapi harga jual limbah kemasan botol PET
jauh lebih tinggi dibandingkan kemasan botol gelas, yaitu sebesar Rp. 3000/kg
sedangkan limbah botol gelas sebesar Rp.1000/kg, hal tersebut dikarenakan
kualitas limbah kemasan botol PET lebih baik dibandingkan botol gelas.
4. Simpulan dan Saran
Siklus hidup kemasan botol PET di Indonesia terdiri
atas tiga kelompok yaitu : produsen kemasan botol PET, pabrik pengguna kemasan
(perusahan minuman teh), jaringan daur-ulang kemasan botol PET untuk bahan baku
industri plastik lain. Kondisi saat ini, ketiga kelompok tersebut bersifat
searah dan belum menjadi siklus yang utuh. Berdasarkan analisis inventori siklus
hidup PET, dalam pembuatan botol PET untuk minuman teh 600mL, diperlukan resin
PET adalah 28g/botol, energi untuk proses produksi dan transportasi. Produksi
kemasan PET menghasilkan produk cacat. Proses daur-ulang limbah PET menjadi
serpihan dengan harga jual yang cukup tinggi dibandingkan gelas. Serpihan ini belum
didaur-ulang menjadi bahan pencampur produksi kemasan botol PET, tetapi
dimanfaatkan untuk produk plastik atau dibakar sebagai bahan bakar. Analsis
dampak lingkungan dari siklus produksi kemasan PET menghasilkan cemaran udara, kebisingan
dan air limbah yang masih baik. Secara umum, kegiatan tersebut berdampak
negatif, tetapi tidak membahayakan lingkungan.
Kegiatan siklus kemasan PET berpotensi menimbulkan
pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hujan asam. Analisis biaya
produksi berkaitan dengan penggunaan jumlah bahan baku dan energi, sehingga menentuan
harga jual produk. Harga jual kemasan botol PET adalah setengah dari harga jual
botol gelas, sedangkan harga jual limbah serpihan PET tiga kali lebih tinggi
dari pada pecahan gelas. Kemasan PET lebih praktis, murah dan hemat tetapi sulit
didaur-ulang, sehingga kurang ramah lingkungan.
Beberapa data penelitian Life Cycle Assessment (LCA)
kemasan botol PET masih secara kualitatif, khususnya analisis dampak
lingkungan. Kajiananalisis dampak lingkungan fisik, kimia, biologi dan sosial-ekonomi
perlu dilakukan untuk melihat lebih jauh dampak lingkungan dari LCA kemasan
botol PET.
Daftar
Pustaka
Almeida, C.M.V.B., Rodrigues,
A.J.M., Bonilla, S.H., and Giannetti B.F. 2010. “ Emergy as a tool for
Ecodesign: evaluating materials selection for beverage packages in Brazil”. Journal
of Cleaner Production 18. 32-43.
Arvanitoyannis, I.S. 2008. ISO
14040: Life Cycle Assessment (LCA) – Principles and Guidelines. Chap 3. In
Waste Management for the Food Industries. Elsevier Inc.
Awaja, F. and Pavel, D., 2005.
“Injection stretch blow moulding process of reactive extruded recycled PET and
virgin PET blends”. European Polymer Journal 41 (11). 2614-2634.
Barboza, E.S., Lopez, D.R.,
Amico, S.C., and Ferreira, C.A. 2009. “Determination of a recyclability index
for the PET glycolysis”. Resources, Conservation and Recycling 53.
122–128.
Baumann, H. and Tillman, A.M.
2002. The Hitchhiker’s Guide to LCA. Chalmers University of Technology, Goteborg,
Sweden.
Corbitt, R.A. 2004. Standard
Handbook Of Environmental Engineering. http://
Drive, R.B., 2006. Life Cycle
Assessment: Principles and Practice. National Risk Management Research Laboratory
Office of Research and Development U.S Environmental Protection Agency, Ohio.
Grimes, H.G., Seager, T.P, Theis,
T.L., and Powers, S.E. 2007. “A game theory framework for cooperative management
of refillable and disposable bottle lifecycles”. Journal of Cleaner
Production 15. 1618-1627. Huang, C.C., and Ma, H.W. 2004. “A
multi-dimensional environmental evaluation of packaging materials”. Science
of the Total Environment 324. 161-172.
ISO 14040. 2006. Environmental
Management - Life Cycle Assessment- Principle and Framework. International
Organisation for Standardisation (ISO), Geneva, Switzerland.
Kep.Menaker. 1997. Surat
Edaran Menaker No. 1 tahun 1997 Tentang Baku Mutu Lingkungan Kerja. Kementrian
Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.
Kep.Menaker. 1999. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Kebisingan. Kementrian
Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.
Madival, S., Auras, R., Singh, S.P., and Narayan, R. 2009. “Assessment of the environmental profile of PLA, PET and PS clamshell containers using LCA methodology”. Journal of Cleaner Production 17. 1183–1194.
Malik, A.B. 2004. Comparative LCA soft drink
containers and their respective waste management system in Hungary and Mexico.
PhD thesis at Graduate Program at University of Miskolc, Hungary.
Neri, P., Olivieri, G., and Falconi, F. 2007. Life
Cycle Assessment for the preparation of an Environmental Product Declaration
(EPD) of Cerelia natural mineral water packaged in PET bottle 1.5l and Glass
bottle 1l, LCA-lab SRL, doc. RT.02_Rev.02, 1 Giugno (pp.1-67), Bologna.
Nessi, S., Rigamonti, L., and Grosso, M. 2012. “LCA
of waste prevention activities: A case study for drinking water in Italy”. Journal
of Environmental Management 108. 73-83.
Pasqualino, J., Meneses, M., and Castells, F. 2011.
“The carbon footprint and energy consumption of beverage packaging selection
and disposal”. Journal of Food Engineering 103. 357–365.
Turconi, R., Butera, S., Boldrin, A., Grosso, M.,
Rigamonti, L., and Astrup, T. 2011. “Life cycle assessment of waste
incineration in Denmark and Italy using two different LCA models”. Waste
Manag. Res. 29 (10). 78-90.
Vellini, M. and Savioli, M. 2009. “ Energy and
environmental analysis of glass container production and recycling”. Energy 34.
2137–2143.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar