Senin, 04 Januari 2016

PENILAIAN DAUR HIDUP BOTOL PET (POLYETHYLENA TEREPHTALATE) PADA PRODUK MINUMAN LIFE CYCLE ASSESSMENT (LCA) OF PET (POLYETHYLENA TEREPHTALATE) BOTTLES FOR DRINKING PRODUCT (TUGAS 2)





JURNAL BUMI LESTARI, 2 AGUSTUS 2013.


Mohamad Yani1)*, Endang Warsiki 2)*, dan Noviana Wulandari3)*
1) Laboratorium Teknik dan Manajemen Lingkungan, 2,3) Laboratorium Pengemasan dan Transportasi,
Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Kotak Pos 220, Bogor 16680, Indonesia.

1.Pendahuluan

Peningkatan populasi masyarakat akan meningkatkan konsumsi berbagai jenis makanan dan minuman yang akan diikuti dengan peningkatan limbah bahan kemasan yang menyertainya. Produk minuman yang dikonsumsi utama adalah air , minuman jus, teh, dan susu. Bahan kemasan minuman relatif memililki umur yang pendek, dimana jumlah limbah kemasan produk minuman sebanding dengan penjualan produk minuman tersebut. Kemasan produk minuman yang digunakan terutama plastik (PET, PP dan PE) dan gelas. Bahan kemasan polyethylena terephtalate (PET) adalah suatu resin polimer plastik termoplastis dari kelompok poliester. PET banyak diproduksi dalam industri kimia dan digunakan dalam serat sintetis , botol minuman dan wadah.
Produk minuman teh pada awalnya dikemas dengan menggunakan kemasan botol gelas, namun saat ini beralih menggunakan kemasan botol PET. Kecenderungan peningkatan limbah kemasan PET berdampak negatif terhadap permasalahan lingkungan, dimana sebagian besar bahan kemasan plastik tidak dapat didaur-ulang oleh lingkungan , sehingga perlu dilakukan suatu pengkajian mengenai jenis kemasan yang paling baik terhadap lingkungan dengan menggunakan metoda Life Cycle Assessment (LCA). Menurut Drive (2006), LCA adalah suatu metoda yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkan oleh suatu produk selama proses produksi atau aktivitas selama siklus hidupnya dan aliran bahan yang terjadi di dalam proses produksi produk tersebut.
Berdasarkan ISO 14040 (ISO 2006), kajian LCA dilakukan dalam empat tahap, yaitu: penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak, dan interpretasi (Gambar 1). Tahap pertama yaitu menentukan parameter-parameter yang berhubungan dengan analisis. Pada tahap analisis inventori dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam melakukan analisis, meliputi bahan baku, energi, emisi, dan limbah yang dihasilkan. Tahap analisis dampak bertujuan untuk mengetahui dampak yang mungkin dapat terjadi selama siklus hidup suatu produk.

Model Life Cycle Assessment dapat dilihat pada Gambar 2. Kajian tentang LCA untuk suatu produk dimulai dari kajian bahan baku, proses, transportasi, pabrik (produksi barang), pengguna produk, dan manajemen limbah. Di luar itu ada masukan sumber bahan baku dan energi serta keluaran pencemar air , udara dan tanah. Penelitian LCA pada industri minuman, pada umumnya adalah pembandingan beberapa jenis bahan kemasan, terutama penggunaan kemasan botol sekali pakai (disposable) dan isi ulang (refillable), baik botol jenis gelas maupun plastik (Arvanitoyannis, 2008). Pasqualino et al. (2011) mengkaji proses daur-ulang berbagai bahan kemasan minuman terhadap konsumsi energi dan pemanasan global. Nessi et al. (2012) telah mengkaji daur-ulang botol PET dan gelas dalam sistem isi ulang (refilling system) produk minuman.






Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi siklus hidup kemasan botol PET pada produk minuman teh mencakup analisis inventori dari sisi kebutuhan bahan baku, kebutuhan energi pada proses produksi, dan menilai dampak pencemaran lingkungan, pengelolaan limbah, dan analisis biaya.

2. Metodologi
Penelitian LCA kemasan PET dilakukan pada perusahaan minuman teh di Jawa Barat dan Jawa Timur. Tahapan penelitian terdiri dari pengamatan di lapangan, studi pustaka, dan pengolahan data LCA (Gambar 3). Pengamatan lapang dilakukan terhadap pabrik kemasan botol PET, pabrik minuman teh, jaringan daur-ulang kemasan PET di beberapa perusahaan dan unit usaha di Provinsi Banten, DKI, Jawa Barat dan Jawa Timur. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang digunakan meliputi: (i) proses produksi dan daur-ulang botol PET ; (ii) kebutuhan bahan baku dan energi; (iii) pencemaran udara (CO2, NOX , SOX Dan debu) ; (iv) pencemaran air (COD dan BOD); dan (v) kebutuhan biaya. Pengolahan data LCA dilakukan dengan mengacu pada ISO 14040 (Gambar 1) dan analisis dampak lingkungan.

3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Tujuan dan Ruang Lingkup
Tahap pertama studi LCA adalah penentuan tujuan dan ruang lingkup kajian (Drive, 2006). Batasan atau ruang lingkup kajian meliputi proses produksi kemasan botol PET , pengguna (industri minuman teh), dan pengolahan limbah kemasan botol PET, dampak lingkungan dan analisis biaya. Menurut ISO 14040 (ISO 2006),  pemilihan kategori dampak harus konsisten dengan tujuan dan ruang lingkup penelitian, dan mencerminkan isu-isu lingkungan utama yang berhubungan dengan sistem produk/jasa.


3.2. Analisis Inventori
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang mendukung LCA, berupa kebutuhan bahan baku dan energi, proses produksi kemasan, dan proses daur-ulang limbah kemasan PET. Siklus hidup kemasan botol PET , diawali dengan proses produksi kemasan botol PET, kemudian kemasan botol PET yang telah selesai diproduksi digunakan untuk mengemas produk minuman teh. Produk tersebut akan disalurkan ke konsumen melalui distributor dan konsumen akan memanfaatkan produk tersebut sehingga dihasilkan limbah kemasan yang berpotensi mencemari lingkungan. Pencemaran tersebut dapat terjadi karena kemasan botol PET tidak dapat didaur-ulang oleh lingkungan.  Gambar 4. Siklus hidup kemasan botol PET (observasi lapang) semakin banyak pula jumlah kemasan botol PET yang dapat mencemari lingkungan, sehingga dibutuhkan suatu tindakan untuk menanggulangi limbah kemasan botol PET. Proses penanganan limbah kemasan botol PET dilakukan dengan melibatkan beberapa pihak, sehingga membuat siklus hidup kemasan botol PET menjadi panjang. Siklus hidup kemasan botol PET tersusun dari tiga kegiatan yaitu pabrik kemasan botol PET , pabrik minuman teh (pengguna), dan jaringan daur-ulang kemasan PET.

3.4. Evaluasi Dampak Lingkungan
Cemaran lingkungan yang terjadi selama siklus hidup kemasan PET meliputi cemaran komponen fisk-kimia (limbah udara, debu, kebisingan, limbah padat dan air limbah) dan komponen ekonomi. Data cemaran udara dan bising pada salah satu perusahaan produksi kemasan botol PET dapat dilihat pada.


3.4.1. Komponen Fisik Kimia
Pada proses produksi kemasan botol PET, limbah yang dihasilkan dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu limbah padat, gas, debu, dan kebisingan. Pada proses produksi botol PET, dihasilkan debu akibat adanya pergerakan kendaraan pengangkut bahan baku, alat transportasi, dan penggunaan mesin produksi. Cemaran udara yang dihasilkan pada proses produksi kemasan botol PET berasal dari emisi mesin produksi dan kendaraan bermotor. Komponen pencemaran udara (Tabel 2), menunjukkan kualitas udara di dalam ruang produksi masih jauh di bawah baku mutu lingkungan (BML), meskipun perusahaan telah meningkatkan kapasitas produksinya saat ini.

Pada proses produksi kemasan botol PET hampir tidak menggunakan air. Limbah cair yang dihasilkan pada proses produksi kemasan botol PET dihasilkan dari kegiatan MCK (mandi cuci kakus), sehingga tidak tidak berbahaya bagi lingkungan. Pada proses produksi kemasan botol gelas, limbah cair berasal dari proses pencucian cullet dan pendinginan mesin produksi. Nilai COD dan BOD yang dikandung oleh suatu limbah cair dari proses kemasan botol gelas dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi pada saluran air (Malik, 2004).
Kegiatan produksi kemasan PET, melibatkan penggunaan energi baik listrik maupun bahan bakar kendaraan, yang dapat menimbulkan emisi CO2. Dampak lingkungan yang dihasilkan pada proses produksi kemasan botol PET (Tabel 3), menunjukkan bahwa pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hujan asam yang diakibatkan dari proses produksi botol PET jauh lebih rendah dibandingkan dengan botol gelas. Hal ini dikarena pada proses produksi kemasan gelas memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan dengan kemasan botol PET, maka dampak lingkungan yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan kemasan botol PET. Madival et al. (2009) menyatakan bahwa pada produksi PET dan PS (poli-stirena) dari minyak bumi ternyata kurang ramah lingkungan dibandingkan dengan PLA(poly-lactic acid). Pada tahap transportasi dari bahan kemasan plastik (PLA -poly-lactic acid, PS- polistirena, dan PET) memberikan kontribusi pada global warming, penipisan lapisan ozon, serta pencemaran air.

3.4.2. Komponen Sosial dan Ekonomi
Pada tahap proses produksi kemasan botol PET, diprakirakan dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Walaupun peningkatan pendapatan masyarakat melalui penyerapan atau penerimaan tenaga kerja tidak besar, namun diprakirakan dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan mendorong terciptanya peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Siklus hidup kemasan botol PET lebih banyak melibatkan pekerja dibandingkan dengan kemasan botol gelas, hal tersebut menyebabkan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat akibat adanya proses daur ulang kemasan botol PET. Penanggulangan cemaran lingkungan yang terjadi selama siklus hidup kemasan botol PET dapat dilakukan dengan cara memperpendek siklus hidup dari kemasan botol PET yang dapat dilakukan dengan cara menyediakan tempat penampungan yang berfungsi untuk menampung botol-botol PET bekas. Masyarakat dihimbau untuk tidak menggunakan botol PET dan botol gelas bekas untuk penggunaan kembali pada produk lain. Penggunaan botol kemasan PET bekas untuk produk lain dikhawatirkan akan meninggalkan residu kotoran pada kemasan PET bekas, sehingga akan menyulitkan pada proses daur ulang.

3.5. Biaya Produksi
Pada siklus hidup kemasan membutuhkan biaya,
baik untuk membeli bahan baku maupun energi
yang digunakan untuk mendukung proses produksi dan transportasi. Biaya yang dibutuhkan selama
siklus hidup kemasan botol PET dapat dilihat pada



Pada proses penanganan limbah kemasan, biaya yang dibutuhkan untuk menangani limbah kemasan botol PET jauh lebih besar dibandingkan botol gelas, hal ini dikarenakan banyaknya tahapan yang dibutuhkan untuk menangani limbah botol PET. Tetapi harga jual limbah kemasan botol PET jauh lebih tinggi dibandingkan kemasan botol gelas, yaitu sebesar Rp. 3000/kg sedangkan limbah botol gelas sebesar Rp.1000/kg, hal tersebut dikarenakan kualitas limbah kemasan botol PET lebih baik dibandingkan botol gelas.

4. Simpulan dan Saran
Siklus hidup kemasan botol PET di Indonesia terdiri atas tiga kelompok yaitu : produsen kemasan botol PET, pabrik pengguna kemasan (perusahan minuman teh), jaringan daur-ulang kemasan botol PET untuk bahan baku industri plastik lain. Kondisi saat ini, ketiga kelompok tersebut bersifat searah dan belum menjadi siklus yang utuh. Berdasarkan analisis inventori siklus hidup PET, dalam pembuatan botol PET untuk minuman teh 600mL, diperlukan resin PET adalah 28g/botol, energi untuk proses produksi dan transportasi. Produksi kemasan PET menghasilkan produk cacat. Proses daur-ulang limbah PET menjadi serpihan dengan harga jual yang cukup tinggi dibandingkan gelas. Serpihan ini belum didaur-ulang menjadi bahan pencampur produksi kemasan botol PET, tetapi dimanfaatkan untuk produk plastik atau dibakar sebagai bahan bakar. Analsis dampak lingkungan dari siklus produksi kemasan PET menghasilkan cemaran udara, kebisingan dan air limbah yang masih baik. Secara umum, kegiatan tersebut berdampak negatif, tetapi tidak membahayakan lingkungan.
Kegiatan siklus kemasan PET berpotensi menimbulkan pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hujan asam. Analisis biaya produksi berkaitan dengan penggunaan jumlah bahan baku dan energi, sehingga menentuan harga jual produk. Harga jual kemasan botol PET adalah setengah dari harga jual botol gelas, sedangkan harga jual limbah serpihan PET tiga kali lebih tinggi dari pada pecahan gelas. Kemasan PET lebih praktis, murah dan hemat tetapi sulit didaur-ulang, sehingga kurang ramah lingkungan.
Beberapa data penelitian Life Cycle Assessment (LCA) kemasan botol PET masih secara kualitatif, khususnya analisis dampak lingkungan. Kajiananalisis dampak lingkungan fisik, kimia, biologi dan sosial-ekonomi perlu dilakukan untuk melihat lebih jauh dampak lingkungan dari LCA kemasan botol PET.

Daftar Pustaka
Almeida, C.M.V.B., Rodrigues, A.J.M., Bonilla, S.H., and Giannetti B.F. 2010. “ Emergy as a tool for Ecodesign: evaluating materials selection for beverage packages in Brazil”. Journal of Cleaner Production 18. 32-43.

Arvanitoyannis, I.S. 2008. ISO 14040: Life Cycle Assessment (LCA) – Principles and Guidelines. Chap 3. In Waste Management for the Food Industries. Elsevier Inc.

Awaja, F. and Pavel, D., 2005. “Injection stretch blow moulding process of reactive extruded recycled PET and virgin PET blends. European Polymer Journal 41 (11). 2614-2634.

Barboza, E.S., Lopez, D.R., Amico, S.C., and Ferreira, C.A. 2009. “Determination of a recyclability index for the PET glycolysis”. Resources, Conservation and Recycling 53. 122–128.

Baumann, H. and Tillman, A.M. 2002. The Hitchhiker’s Guide to LCA. Chalmers University of Technology, Goteborg, Sweden.

Corbitt, R.A. 2004. Standard Handbook Of Environmental Engineering. http://
www.digitalengineeringlibrary.com. The McGraw-Hill Companies. diakses tanggal 30 Mei 2011.
Drive, R.B., 2006. Life Cycle Assessment: Principles and Practice. National Risk Management Research Laboratory Office of Research and Development U.S Environmental Protection Agency, Ohio.

Grimes, H.G., Seager, T.P, Theis, T.L., and Powers, S.E. 2007. “A game theory framework for cooperative management of refillable and disposable bottle lifecycles”. Journal of Cleaner Production 15. 1618-1627. Huang, C.C., and Ma, H.W. 2004. “A multi-dimensional environmental evaluation of packaging materials”. Science of the Total Environment 324. 161-172.

ISO 14040. 2006. Environmental Management - Life Cycle Assessment- Principle and Framework. International Organisation for Standardisation (ISO), Geneva, Switzerland.

Kep.Menaker. 1997. Surat Edaran Menaker No. 1 tahun 1997 Tentang Baku Mutu Lingkungan Kerja. Kementrian Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.

Kep.Menaker. 1999. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu Kebisingan. Kementrian Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta.

Madival, S., Auras, R., Singh, S.P., and Narayan, R. 2009. “Assessment of the environmental profile of PLA, PET and PS clamshell containers using LCA methodology”. Journal of Cleaner Production 17. 1183–1194.

Malik, A.B. 2004. Comparative LCA soft drink containers and their respective waste management system in Hungary and Mexico. PhD thesis at Graduate Program at University of Miskolc, Hungary.

Neri, P., Olivieri, G., and Falconi, F. 2007. Life Cycle Assessment for the preparation of an Environmental Product Declaration (EPD) of Cerelia natural mineral water packaged in PET bottle 1.5l and Glass bottle 1l, LCA-lab SRL, doc. RT.02_Rev.02, 1 Giugno (pp.1-67), Bologna.

Nessi, S., Rigamonti, L., and Grosso, M. 2012. “LCA of waste prevention activities: A case study for drinking water in Italy”. Journal of Environmental Management 108. 73-83.

Pasqualino, J., Meneses, M., and Castells, F. 2011. “The carbon footprint and energy consumption of beverage packaging selection and disposal”. Journal of Food Engineering 103. 357–365.

Turconi, R., Butera, S., Boldrin, A., Grosso, M., Rigamonti, L., and Astrup, T. 2011. “Life cycle assessment of waste incineration in Denmark and Italy using two different LCA models”. Waste Manag. Res. 29 (10). 78-90.

Vellini, M. and Savioli, M. 2009. “ Energy and environmental analysis of glass container production and recycling”. Energy 34. 2137–2143.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar