MINIMISASI
LIMBAH DI INDUSTRI KULIT DENGAN RECOVERY
GARAM
AMONIUM DARI AIR LIMBAH PROSES DELIMING
Latar Belakang
Penelitian
Deliming, merupakan proses
merendam kulit
untuk netralisasi alkali dengan menggunakan bahan acid
lemah. Pembuangan
kapur (Deliming), oleh karena semua
proses penyamakan dapat dikatakan
berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam
kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan
akan mengganggu
proses -
proses penyamakan.
Misalnya :
1. Untuk
kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan
zat penyamak menjadi Kalsium
Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan
kulit mudah pecah.
2. Untuk
kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan
menimbulkan pengendapan Krom
Hidroksida yang sangat merugikan.
Dalam rangkaian proses industry penyamakan
kulit ada proses penghilangan sisa - sisa kapur yang tidak
terikat dengan kulit serta menetralkan kapur yang berikatan
dengan kulit, yang
dikenal dengan
“Proses Deliming” pada penelitian ini industry kulit
yang dipilih
adalah industri
yang umumnya menggunakan bahan garam
Amonium / pupuk ZA.
Keberadaan sisa
larutan garam ammonium (larutan
ZA) tersebut dalam air limbah yang bila tidak
dikelola dengan baik akan dapat mengganggu lingkungan karena kandungan Amoniumnya
yang tinggi. Sedangkan di pihak lain keberadaan garam ammonium
yang terkandung dalam
air limbah masih kaya akan unsur hara nitrogen yang
dapat dimungkinkan dimanfaatkan sebagai supplement dalam pupuk
alternatif.
Garam Amonium (NH4)
2SO4 atau disebut ZA merupakan bahan baku utama dalam proses deliming di industry kulit. Keberadaan garam ini (sebagai NH3-N total) dalam
air limbah akan mempengaruhi tingkat
kesulitan pengolahan, serta akan terjadi peningkatkan konsumsi oksigen yang
dibutuhkan karena terjadinya proses
nitrifikasi. 2 NH4 + + 4 O2 2 NO3 - + 4 H
+ + 2 H2O
Maksud dan Tujuan dari penelitian
ini adalah
dengan melakukan recovery garam amonium (ZA) dapat mengurangi
konstribusi pencemaran
ke lingkungan serta mampu mengurangi
biaya pengolahan limbah (minimisasi limbah), filtrat
garam amonium tersebut dimungkinkan
dapat dimanfaatkan sebagai supplemen unsur hara nitrogen
pada pupuk alternatif.
Hasil Penelitian
Tabel 2. Hasil
Analisa Limbah Awal dan Setelah
Proses Deliming
Pada Tabel.2 .dapat dilihat
kandungan bahan-bahan
pencemar total yang dihasilkan dari proses lengkap
industri kulit sebelum diolah pada kondisi awal (kolom
A), nilai yang ditampilkan merupakan suatu kisaran, karena
beberapa kali pengambilan
contoh pada proses yang berbeda beda, perbedaan pengelolaan antar
industri yang satu
dengan yang lain.
Sedangkan pada (Kolom.B)
ditampilkan kualitas
limbah yang diambil hanya dari proses deliming, limbah
ini bersifat spesif ik dan merupakan bagian yang akan
dipisahkan dari volume
limbah secara total. Pada limbah ini akan dilakukan minimisasi
dengan pengambilan garam amoniumnya
dengan pemisahan menggunakan dewatering dengan pronsip
centrifuge. Dalam perhitungan
perancangan peralatan tersebut, menggunakan referensi data baik
sifat fisika maupun
kimia yang mengacu pada (Perry & Green, 1995) dan (Austie
& George T, 1986)
Centrifuge adalah salah satu alat
pemisah antara
cairan dan padatan (dewatering), salah satu type
centrifuge yang umum dipakai adalah “Solid Bowl
Centrifuge”,
dimana mempunyai keuntungan antara lain: penampakannya bagus,
tidak menghasilkan
bau, mempunyai kemampuan start up dan shutdown yang cepat,
menghasilkan padatan
/dry solid lebih baik, biaya investasi rendah, tidak
memerlukan lahan yang luas.(Eddy & Metcalf,
2003)
Dengan
berkurangnya limbah yang berasal dari proses deliming,
maka total limbah baik kuantitas
maupun kualitas menjadi lebih kecil yang akan memberikan
biaya operasional yang lebih
murah dibanding sebelum dilakukan minimisasi.
Limbah dari
proses deliming (Kolom.B) jika dilihat dari kandungan bahan
cemarnya memang terlihat
lebih buruk daripada limbah cair secara keseluruhan
(Kolom.A). Jika limbah ini tercampur dalam limbah
secara total (tidak dilakukan minimisasi) maka keberadaan
amoniak yang relatif
tinggi berkisar 346 mg/l (sedangkan dari kolom A sekitar
50 – 110 mg/l) akan mempengaruhi
konsumsi oksigen untuk merombak
bahan cemar organic pada proses biologi, hal ini dikarenakan
keberadaan nitrogen dalam
ammonium akan mengalami oksidasi menjadi nitrit dan
selanjutnya teroksidasi lagi menjadi nitrat dalam proses
nitrifikasi.
Dalam penelitian
ini, perhatian utama lebih ditekankan pada bahan terlarut
organic yang berhubungan
dengan senyawa nitrogen. Hasil
dari perlakuan pemisahan dengan menggunakan centrifuge dengan
variable waktu proses
terhadap kadar TSS, BOD dan NH3-N adalah seperti
pada Tabel. 3.
Tabel. 3.
Pengaruh Waktu Proses Terhadap
Removal TSS dan
BOD serta
Penurunan Kadar NH3-N.(Kapasitas
150 liter,
putaran 900 rpm
Catatan
: Pengambilan sample dilakukan saat proses berlangsung
dengan waktu yang berbeda
Penurunan kadar TSS sebelum
proses
(Kolom.C) dan sesudah proses
pemisahan
(Kolom.D), cukup signifikan
sampai mencapai nilai
sekitar 58-59 % (Kolom.E). Nilai
itu masih berada
dibawah unjuk kerja centrifuge
secara umum yang
dapat mencapai 70% pada kondisi
ideal, tapi nilai
ini masih lebih besar daripada
pemisahan dengan
menggunakan pengendapan biasa
atau secara
konvensional yang berkisar 30% (Eddy&Metcalf,
2003)
Kadar TSS setelah perlakuan
(Kolom.D)
menunjukkan nilai yang hampir
tidak ada
perubahan terhadap kenaikan waktu
proses,
sedangkan pada % removal TSS
(Kolom.E) dan
pada Gambar. 2. terlihat adanya
kenaikan pada
tahap awal proses yang
selanjutnya setelah waktu
2 menit menunjukkan kondisi yang
relative hampir
konstan.
Gambar 2. Grafik Hubungan
Waktu Proses
Terhadap % Removal TSS
Gambar 3. Grafik
Hubungan Waktu Proses
Terhadap % Removal BOD
Gambar 4. Grafik Hubungan
Waktu Proses
Terhadap % Removal NH3-N
Gambar 5. Grafik
Hubungan Waktu Proses Terhadap
Removal TSS dan BOD serta Penurunan Kandungan NH3-N
Gambar 6. Grafik
Hubungan Waktu Proses Terhadap Removal
TSS dan BOD serta Recovery Kandungan
NH3-N
Kajian Hasil
Recovery Sebagai Bahan
Supplemen untuk
Unsur hara N Pada Pupuk
cair atau Kompos
Untuk membuat kajian
apakah hasilrecovery dari air limbah proses deliming dapat
dimanfaatkan
sebagai supplemen pupuk cair maupun kompos terutama pada pemenuhan unsur
hara N, diperlukan pemeriksaan lebih detail beberapa unsur melalui
penelitian lebih lanjut serta
membandingkan hasilnya
dengan SNI. Namun
sebagai langkah awal pada kajian tersebut adalah mengakaji
dengan referensi SNI 19-7030-2004. Dengan
adanya pemanfaatan air limbah dari proses deliming sebagai
bahan supplement pupuk
cair/ kompos terutama dalam pemenuhan unsur hara N
dapat diambil suatu pendekatan perhitungan.
Tabel. 4. Cara Pencampuran Air Limbah
Deliming untuk
Supplement unsur
hara N Pada
Pupuk Kompos (Suatu
Pendekatan
Perhitungan)
Catatan : Sistim
Pencampuran dengan menggunakan
suatu pendekatan
perhitungan.
Pada Tabel. 5 terlihat adanya
bahan kompos
awal (A) yang nilai C/N ratio 14, walaupun nilai tersebut
masih dalam range yang diperbolehkan,
namun nilai tersebut masih lebih tinggi dari yang
diharapkan yaitu berkisar pada 10 – 13 karena penggunaan pupuk
kompos dengan
C/N ratio yang tinggi dapat menimbulkan defisiensi N
pada tanah. Untuk menurunkan nilai C/N ratio maka
perlu dilakukan tambahan / supplement unsur hara N yang
diambil dari air limbah
proses deliming (B). Dari campuran bahan (A) dan (B) akan
diperoleh bahan (C) yaitu kompos yang sudah dapat
mendekati nilai yang diharapkan
dengan pencapaian nilai C/N ratio 13. Namum hasil campuran
ini perlu pengkajian lebih lanjut, terutama untuk penggunaan
pupuk pada tanaman-tanaman
tertentu yang mensyaratkan nilai tertentu
dengan tegas. Hasil
pendekatan perhitungan diatas dapat sebagai salah
satu alternative pemanfaatan limbah deliming sebagai suplemen
pupuk, dimana dengan
upaya tersebut dapat mendapatkankeuntungan baik dari segi lingkungan maupun pemanfaatan secara ekonomi.
Peluang Penelitian
1. Perlu kajian dan referensi lebih lebih lanjut :
a. Studi kasus per kasus
mengingat proses kulit
cukup bervariasi dengan
konsekuensi limbah
yang dihasilkan juga bervariasi .
b. Tentang bahan hasil recovery
sebagai bahan
supplemen unsur hara nitrogen
untuk pupuk,
mengingat macam dan penggunaan
pupuk
sangat bervariasi tergantung
kondisi lahan
serta tanamannya. Selain itu
dampak pupuk
tidak dapat dimonitor dalam waktu
yang
singkat.
DAFTAR PUSTAKA.
Austie, George T, 1986, “ Shreve”s
Chemical
Process
Industries “,
5 th ed, Mc.Graw Hill,
New York.
Awwa, 1992, “ Standard Method
For Examination
of Water and
Wastewater”, 18
th ed, American
Public Health Association,
Washington.
Ludvik,J & Reich.GH, 1997, “
Mass Balance In
Leather
Processing “,
UNIDO.4. Metcalt&
Eddy, 2003, “ Waswater
Engineering
Treatment and
Reuse “,
4 th ed, Mc Graw Hill,
New York.
Perry, RH & Green D, 1985, “ Perry’s
Chemical
Engineers’ Hand
Book “,
6th ed, Mc.Graw Hill,
New York.
SNI 19-7030-2004 Spesif ikasi
kompos dari
sampah organik domestik”,
Standard
Nasional Indonesis, Badan
Standardisasi
Nasional, Jakarta, 2004
Unido, 1997 “ Mass Balance
Leather Industry “,
naskah Workshop, BBKKP
Yogyakarta.
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADQ564.pdf
di download 14 Oktober 2011
http://bandar.web.id/proses-produksi-penyamakan-
kulit/
di download 17 Oktober 2011
http://ehsablog.com/proses-produksi-industripenyamakan-
kulit.html
di download : 17 Oktober 2011