Rabu, 28 Oktober 2015

JURNAL KIMIA






MINIMISASI LIMBAH DI INDUSTRI KULIT DENGAN RECOVERY
GARAM AMONIUM DARI AIR LIMBAH PROSES DELIMING


Latar Belakang Penelitian
Deliming, merupakan proses merendam kulit untuk netralisasi alkali dengan menggunakan bahan acid lemah. Pembuangan kapur (Deliming), oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih ketinggalan akan mengganggu proses - proses penyamakan.
Misalnya :

     1. Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah.
     2. Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan.

Dalam rangkaian proses industry penyamakan kulit ada proses penghilangan sisa - sisa kapur yang tidak terikat dengan kulit serta menetralkan kapur yang berikatan dengan kulit, yang dikenal dengan “Proses Deliming” pada penelitian ini industry kulit yang dipilih adalah industri yang umumnya menggunakan bahan garam
Amonium / pupuk ZA.

Keberadaan sisa larutan garam ammonium (larutan ZA) tersebut dalam air limbah yang bila tidak dikelola dengan baik akan dapat mengganggu lingkungan karena kandungan Amoniumnya yang tinggi. Sedangkan di pihak lain keberadaan garam ammonium yang terkandung dalam air limbah masih kaya akan unsur hara nitrogen yang dapat dimungkinkan dimanfaatkan sebagai supplement dalam pupuk alternatif.


Garam Amonium (NH4) 2SO4 atau disebut ZA merupakan bahan baku utama dalam proses deliming di industry kulit. Keberadaan garam ini (sebagai NH3-N total) dalam air limbah akan mempengaruhi tingkat kesulitan pengolahan, serta akan terjadi peningkatkan konsumsi oksigen yang dibutuhkan karena terjadinya proses nitrifikasi. 2 NH4 + + 4 O2 2 NO3 - + 4 H + + 2 H2O

Maksud dan Tujuan dari penelitian ini adalah dengan melakukan recovery garam amonium (ZA) dapat mengurangi konstribusi pencemaran ke lingkungan serta mampu mengurangi biaya pengolahan limbah (minimisasi limbah), filtrat garam amonium tersebut dimungkinkan dapat dimanfaatkan sebagai supplemen unsur hara nitrogen pada pupuk alternatif.


Hasil Penelitian
Tabel 2. Hasil Analisa Limbah Awal dan Setelah
Proses Deliming




Pada Tabel.2 .dapat dilihat kandungan bahan-bahan pencemar total yang dihasilkan dari proses lengkap industri kulit sebelum diolah pada kondisi awal (kolom A), nilai yang ditampilkan merupakan suatu kisaran, karena beberapa kali pengambilan contoh pada proses yang berbeda beda, perbedaan pengelolaan antar industri yang satu dengan yang lain.


Sedangkan pada (Kolom.B) ditampilkan kualitas limbah yang diambil hanya dari proses deliming, limbah ini bersifat spesif ik dan merupakan bagian yang akan dipisahkan dari volume limbah secara total. Pada limbah ini akan dilakukan minimisasi dengan pengambilan garam amoniumnya dengan pemisahan menggunakan dewatering dengan pronsip centrifuge. Dalam perhitungan perancangan peralatan tersebut, menggunakan referensi data baik sifat fisika maupun kimia yang mengacu pada (Perry & Green, 1995) dan (Austie & George T, 1986)

Centrifuge adalah salah satu alat pemisah antara cairan dan padatan (dewatering), salah satu type centrifuge yang umum dipakai adalah “Solid Bowl Centrifuge”, dimana mempunyai keuntungan antara lain: penampakannya bagus, tidak menghasilkan bau, mempunyai kemampuan start up dan shutdown yang cepat, menghasilkan padatan /dry solid lebih baik, biaya investasi rendah, tidak memerlukan lahan yang luas.(Eddy & Metcalf, 2003)

Dengan berkurangnya limbah yang berasal dari proses deliming, maka total limbah baik kuantitas maupun kualitas menjadi lebih kecil yang akan memberikan biaya operasional yang lebih murah dibanding sebelum dilakukan minimisasi.
Limbah dari proses deliming (Kolom.B) jika dilihat dari kandungan bahan cemarnya memang terlihat lebih buruk daripada limbah cair secara keseluruhan (Kolom.A). Jika limbah ini tercampur dalam limbah secara total (tidak dilakukan minimisasi) maka keberadaan amoniak yang relatif tinggi berkisar 346 mg/l (sedangkan dari kolom A sekitar 50 – 110 mg/l) akan mempengaruhi konsumsi oksigen untuk merombak bahan cemar organic pada proses biologi, hal ini dikarenakan keberadaan nitrogen dalam ammonium akan mengalami oksidasi menjadi nitrit dan selanjutnya teroksidasi lagi menjadi nitrat dalam proses nitrifikasi.

Dalam penelitian ini, perhatian utama lebih ditekankan pada bahan terlarut organic yang berhubungan dengan senyawa nitrogen. Hasil dari perlakuan pemisahan dengan menggunakan centrifuge dengan variable waktu proses terhadap kadar TSS, BOD dan NH3-N adalah seperti pada Tabel. 3.







Tabel. 3. Pengaruh Waktu Proses Terhadap
Removal TSS dan BOD serta
Penurunan  Kadar NH3-N.(Kapasitas
150 liter, putaran 900 rpm



Catatan : Pengambilan sample dilakukan saat proses berlangsung dengan waktu yang berbeda
Penurunan kadar TSS sebelum proses
(Kolom.C) dan sesudah proses pemisahan
(Kolom.D), cukup signifikan sampai mencapai nilai
sekitar 58-59 % (Kolom.E). Nilai itu masih berada
dibawah unjuk kerja centrifuge secara umum yang
dapat mencapai 70% pada kondisi ideal, tapi nilai
ini masih lebih besar daripada pemisahan dengan
menggunakan pengendapan biasa atau secara
konvensional yang berkisar 30% (Eddy&Metcalf,
2003)



Kadar TSS setelah perlakuan (Kolom.D)
menunjukkan nilai yang hampir tidak ada
perubahan terhadap kenaikan waktu proses,
sedangkan pada % removal TSS (Kolom.E) dan
pada Gambar. 2. terlihat adanya kenaikan pada
tahap awal proses yang selanjutnya setelah waktu
2 menit menunjukkan kondisi yang relative hampir
konstan.




 Gambar 2. Grafik Hubungan Waktu Proses
Terhadap % Removal TSS



Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu Proses
Terhadap % Removal BOD



Gambar 4. Grafik Hubungan Waktu Proses
Terhadap % Removal NH3-N



Gambar 5. Grafik Hubungan Waktu Proses Terhadap
Removal TSS dan BOD serta Penurunan Kandungan NH3-N



Gambar 6. Grafik Hubungan Waktu Proses Terhadap Removal TSS dan BOD serta Recovery Kandungan NH3-N




Kajian Hasil Recovery Sebagai Bahan
Supplemen untuk Unsur hara N Pada Pupuk
cair atau Kompos

Untuk membuat kajian apakah hasilrecovery dari air limbah proses deliming dapat
dimanfaatkan sebagai supplemen pupuk cair maupun kompos terutama pada pemenuhan unsur hara N, diperlukan pemeriksaan lebih detail beberapa unsur melalui penelitian lebih lanjut serta membandingkan hasilnya dengan SNI. Namun sebagai langkah awal pada kajian tersebut adalah mengakaji dengan referensi SNI 19-7030-2004. Dengan adanya pemanfaatan air limbah dari proses deliming sebagai bahan supplement pupuk cair/ kompos terutama dalam pemenuhan unsur hara N dapat diambil suatu pendekatan perhitungan.

Tabel. 4. Cara Pencampuran Air Limbah
Deliming untuk Supplement unsur
hara N Pada Pupuk Kompos (Suatu
Pendekatan Perhitungan)



 Catatan : Sistim Pencampuran dengan menggunakan
suatu pendekatan perhitungan.

Pada Tabel. 5 terlihat adanya bahan kompos awal (A) yang nilai C/N ratio 14, walaupun nilai tersebut masih dalam range yang diperbolehkan, namun nilai tersebut masih lebih tinggi dari yang diharapkan yaitu berkisar pada 10 – 13 karena penggunaan pupuk kompos dengan C/N ratio yang tinggi dapat menimbulkan defisiensi N pada tanah. Untuk menurunkan nilai C/N ratio maka perlu dilakukan tambahan / supplement unsur hara N yang diambil dari air limbah proses deliming (B). Dari campuran bahan (A) dan (B) akan diperoleh bahan (C) yaitu kompos yang sudah dapat mendekati nilai yang diharapkan dengan pencapaian nilai C/N ratio 13. Namum hasil campuran ini perlu pengkajian lebih lanjut, terutama untuk penggunaan pupuk pada tanaman-tanaman tertentu yang mensyaratkan nilai tertentu dengan tegas. Hasil pendekatan perhitungan diatas dapat sebagai salah satu alternative pemanfaatan limbah deliming sebagai suplemen pupuk, dimana dengan upaya tersebut dapat mendapatkankeuntungan baik dari segi lingkungan maupun pemanfaatan secara ekonomi.

Peluang Penelitian
1. Perlu kajian dan referensi lebih lebih lanjut :
a. Studi kasus per kasus mengingat proses kulit
cukup bervariasi dengan konsekuensi limbah
yang dihasilkan juga bervariasi .

b. Tentang bahan hasil recovery sebagai bahan
supplemen unsur hara nitrogen untuk pupuk,
mengingat macam dan penggunaan pupuk
sangat bervariasi tergantung kondisi lahan
serta tanamannya. Selain itu dampak pupuk
tidak dapat dimonitor dalam waktu yang
singkat.



DAFTAR PUSTAKA.

Austie, George T, 1986, “ Shreve”s Chemical
Process Industries “, 5 th ed, Mc.Graw Hill,
New York.

Awwa, 1992, “ Standard Method For Examination
of Water and Wastewater”, 18 th ed, American
Public Health Association, Washington.

Ludvik,J & Reich.GH, 1997, “ Mass Balance  In
Leather Processing “, UNIDO.4. Metcalt&
Eddy, 2003, “ Waswater Engineering
Treatment and Reuse “, 4 th ed, Mc Graw Hill,
New York.

Perry, RH & Green D, 1985, “ Perry’s Chemical
Engineers’ Hand Book “, 6th ed, Mc.Graw Hill,
New York.

SNI 19-7030-2004 Spesif ikasi kompos dari
sampah organik domestik”, Standard
Nasional Indonesis, Badan Standardisasi
Nasional, Jakarta, 2004

Unido, 1997 “ Mass Balance Leather Industry “,
naskah Workshop, BBKKP Yogyakarta.

http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADQ564.pdf
di download 14 Oktober 2011

http://bandar.web.id/proses-produksi-penyamakan-
kulit/
di download 17 Oktober 2011

http://ehsablog.com/proses-produksi-industripenyamakan-
kulit.html
di download : 17 Oktober 2011